Sabtu, 25 Februari 2012

Ingatlah Allah dalam Tiap Suka dan Duka

Tinggallah pasangan suami istri sederhana yang dikaruniai satu orang anak perempuan yang berumur 5 tahun. Keluarga ini adalah keluarga yang bertakwa pada Allah, hari-hari mereka selalu diwarnai dengan doa dan ibadah. Nilai-nilai kebenaranpun ditanamkan dalam diri si anak sedari kecil.


Suatu hari, sang suami diberhentikan dari pekerjaan karena alasan yang tidak jelas. Awalnya ia kuat, namun lama-kelamaan ia mulai kecewa dan nyaris putus asa, bahkan ia mulai meragukan kebaikan dan keperdulian Allah dalam keluarganya. Iapun mulai enggan berdoa. Dengan penuh kesabaran sang istri terus menghibur dan menguatkan sang suami dengan bimbingan nasihat yang baik. Sang istripun terus berdoa dan berpuasa agar suaminya tetap kuat dalam agama Allah.

Keuangan yang terus menipis memaksa mereka untuk lebih berhemat, termasuk dalam makanan sehari-hari. Suatu malam mereka berkumpul untuk makan malam. Di hadapan mereka tersedia hidangan yang sangat sederhana.

Tiba-tiba si anak memanggil sang ayah. "Ayah, Nurry pengen makan ayam goreng"
Mendengar keinginan si anak, sang ayah merasa hancur, air matanya hampir menetes. Dengan lembut sang Ibu menjawab: "Nurry, apapun yang Allah berikan pada kita, kita harus mengucap syukur. Lagipula lauk kita malam ini tidak kalah enaknya koq dengan ayam goreng, apalagi kalau sebelum makan kita berdoa dulu." Ia juga menyentuh tangan suaminya, tanda agar suaminya tidak menangis di depan sang anak.

Dengan wajah gembira sang anak menatap ayahnya. "Oh iya, Nurry lupa, ayah pernah bilang sama Nurry bahwa dalam ajaran Islam semuanya bisa terjadi dan berubah. Itu artinya Allah bisa merubah rasa lauk ini jadi rasa ayam goreng. Benarkan ayah?"

Gelagapan si ayah menjawab "Iya."

"Ma, Nurry aja yang berdoa ya!" Setelah selesai berdoa, dengan kepolosannya sang anakpun makan dengan lahapnya sambil sedikit menjerit. "Wah, Allah sungguh mulia. Rasa lauk ini benar-benar seperti rasa ayam goreng. Ayah cobain dech"! Sang anak memasukkan ke dalam mulut sang ayah.

Sang ayahpun menangis. Ia bukan lagi menangis karena tidak bisa memberikan ayam goreng. Ia menangis karena ternyata anaknya yang berumur lima tahun lebih beriman dibanding dirinya yang telah mengenal dan menjadi hamba Allah puluhan tahun.

Jujur saja, kita pun sering seperti ini; mengenal Allah bertahun-tahun bahkan merasakan pertolongan- pertolongan - Nya, dalam hidup kita. Namun saat ujian datang, dengan mudah kita melupakan kebaikan-Nya. Mengapa saat ujian datang kita lebih memandang beratnya ujian tersebut? Mengapa bukan kebaikan-Nya yang kita pandang?.... Sadarilah ini semua sebab Allah maha pengampun lagi maha penyayang pada setiap hambanya yang mau bertobat...

Semoga Allah paring manfaat lan barokah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar